Sabtu, 08 September 2012

Gambaran kehidupan tentang mengapa kita harus selalu bersyukur


Banjar, 10 Agustus 2010, pukul 02.18 WITA, malam ini aku susah sekali memejamkan mataku, bukan karena suara bising pekerjaan tukang rumahku yang bekerja sampai subuh, tetapi karena memikirkan mereka, mereka adalah tiga orang super menurutku, yaitu aini, amang usit, dan uin. Demi mencari nafkah mereka berkerja siang malam, dihari sebelumnya setelah sholat subuh, aku memejamkan mataku untuk menikmati tidurku, kemudian aku terbangun pukul 09.00 pagi, ternyata mereka sudah bekerja untuk membangun rumahku sampai sore hari pukul 17.00, kemudian pukul 19.30 mereka kembali bekerja sampai pukul 04.30, sungguh luar biasa, mereka bekerja dengan tekun, hatiku terenyuh.
Perasaanku semakin tak enak setelah batuk amang usit tidak henti-hentinya, aku berpendapat pasti beliau sedang sakit, namun tetap bekerja, aku berniat ingin membelikan beliau obat batuk “muchos” karena obat ini lebih baik daripada yang lain dan merupakan anjuran dokter ayahku, aku juga mendengar suara nafas aini tersengal-sengal, bukan karena kelelahan tetapi hawa dingin yang menusuk tubuhnya membuat dadanya terasa sesak, nafasnya seperti penderita asma, aku tidak tahu obat apa yang cocok untuknya, mungkin aku beri dia obat yang sama dengan amang usit, entah kenapa aku semakin jatuh dalam lamunanku tentang mereka, aku merasa bersyukur karena tidak harus bekerja siang malam seperti mereka, aku merasa dunia tidak adil, kenapa orang seperti mereka harus sedemikian berat bekerja, aku memang bukan siapa-siapa, namun hatiku terus menginginkan aku ingin membantu mereka, aku ingin membantu orang-orang yang kesusahan, walaupun sekarang aku masih numpang hidup dengan orang tuaku, tapi aku bercita-cita jika aku punya rezeki lebih, punya pekerjaan yang layak, aku ingin bersedekah sebanyak-banyaknya kepada orang yang pantas mendapatkannya, aku berfikir jika aku menjadi orang besar pasti akan mudah membantu mereka, tapi aku tidak punya semua itu, aku hanya orang kecil, belum punya pekerjaan, hanya saja nasibku lebih untung dari mereka, aku bingung dengan diriku sendiri, aku mempunyai niat untuk membantu sesama, tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa, aku berfikir jika aku jadi presiden aku akan membantu semua orang miskin untuk hidup layak, punya pendidikan agar mampu mandiri, entah kenapa aku terus berkhayal, jariku tak henti mengetik huruf-huruf di keyboard laptop ku, aku termenung memikirkan hal itu, aku punya ilmu, aku seorang sarjana, tetapi aku tidak bisa berbuat sesuatu untuk mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar