Kota Banjarmasin terkenal dengan julukan kota
seribu sungai, Ditinajau dari sejarahnya julukan ini diberikan negara Belanda
karena memang di Banjarmasin terdapat banyak sungai dan anak sungai yang
mengalir memanjang sampai ke laut melalui sungai Barito, bahkan sungai-sungai
itu mempunyai cabang sampai ke daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Namun sekarang julukan itu rasanya mulai tidak
pantas untuk disematkan kepada Banjarmasin, mengingat sungai-sungai yang
dulunya panjang dan banyak seakan hilang digantikan oleh bangunan-bangunan
besar yang megah diatasnya selain itu sungai-sungainya pun tertimbun tumpukan
sampah sehingga tidak layak untuk disebut sebagai sungai. Apakah kota kita ini
melupakan sejarahnya sendiri? Atau mungkin orang-orang yang memeliharanya yang
lupa akan sejarah kota ini?
Mungkin pertanyaan kedualah yang masuk akal
mengingat hal itu terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, hal ini
dapat dilihat dengan makin menyempitnya sungai yang dulunya terdapat aliran
sungai yang luas dan dalam yang biasanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan
sehari-hari seperti mencuci pakaian, mandi dan sebagainya, tetapi sekarang
sangat ironis, jangankan untuk mandi dan mencuci pakaian, untuk mengambil air
saja sudah tidak bisa dikarenakan aliran sungai tersebut terhambat dan penuh
dengan sampah.
Masyarakat sekarang ini seakan mempunyai
kebiasaan baru yaitu membuang sampah di sungai dan membangun bangunan diatas
sungai yang sebenarnya dapat mengganggu aliran sungai, tetapi hal ini tidak
dapat diminamlisir mengingat masyarakat sangat terlambat untuk menyadari dampak
buruk dari perbuatan mereka tersebut, padahal sebagai manusia mereka telah
diberikan otak untuk berpikir, namun sayangnya otak tersebut tidak mereka
pergunakan dengan baik untuk memikirkan hal-hal yang baik. Selain itu dampak
globalisasi memang sangat terasa disini, sebab banyak pabrik yang menggunakan
sungai sebagai tempat pembuangan limbah industri mereka dan banyak dibangun
bangunan-bangunan yang digunakan sebagai ruko atau tempat berjualan diatas
sungai tersebut sehingga sungai tersebut menjadi tersumbat aliran airnya.
Pada tahun 70-80 an sungai-sungai di
Banjarmasin sangat luas dan dalam serta mempunyai peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari, bahkan sungai di sepanjang jalan Ahmad Yani dulunya
merupakan jalur transportasi utama di Banjarmasin, sebab sungai tersebut
memanjang sampai Martapura dan mempunyai cabang-cabang yang banyak yang dapat
dilalui oleh jukung sehingga banyak masyarakat menggunakannya sebagai jalur
transportasi untuk bepergian ke kota mengingat dulunya masyarakat Banjar
kebanyakan tinggal di pinggir sungai.
Jika pemerintah daerah berkaca pada sejarah
kota Banjar tempo dulu dimana masyarakat pada waktu itu lebih memilih jalur
transportasi melalui sungai ketimbang melalui darat, mungkin sekarang mereka
dapat mencari jalan keluar tentang masalah kemacetan yang sekarang sudah
menjadi rutinitas setiap hari dengan membuat jalur transportasi air. Mungkin
kota Banjarmasin menjadi kota pertama yang dapat menerapkan jalur air sebagai
jalur transportasi dalam kota ketimbang kota Jakarta yang notabene sungainya
tidak sebanyak di Banjarmasin.
Namun sangat sangsi untuk membuat jalur
transportasi tersebut pada masa sekarang mengingat Banjarmasin sudah kehilangan
sungai-sungai yang dulunya dapat dilalui oleh kapal atau jukung, kita sudah
melupakan kebudayaan kita tempo dulu dan akibatnya sungai-sungai sekarang penuh
dengan sampah dan diatasnya berdiri bangunan megah yang akhirnya mempersempit
aliran sungai tersebut. Karena itu kita perlu benar-benar mempelajari sejarah
daerah kita khususnya sejarah sungai-sungai yang ada di Banjarmasin yang
merupakan urat nadi masyarakat Banjar tempo dulu. Melalui sejarah kita dapat
berkaca pada masa yang telah lalu untuk dijadikan jalan menuju masa depan yang
lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar